Minggu, 20 Maret 2011




FRAMBUSIA





A.    LATAR BELAKANG
Ada dua penyakit kulit yang perlu diwaspadai karena sering diabaikan yaitu Kusta dan Frambusia. Kusta dan frambusia merupakan penyakit kulit menular dan menahun yang mudah disembuhkan apabila ditemukan secara dini. Bila ditemukan sedini mungkin dan diobati dengan baik maka dapat mencegah penderita dari kecacatan tetap dan sembuh dalam waktu 6 bulan. Oleh karena itu, peran serta masyarakat sangat penting dalam menemukan penderita dan melaporkan ke Puskesmas untuk dilakukan pemeriksaan dan pengobatan.
Didunia, pada awal tahun 1950-an diperkirakan banyak kasus frambusia terjadi di Afrika, Asia, Amerika Selatan dan Tengah serta Kepulauan Pasifik, sebanyak 25 – 150 juta penderita. Setelah WHO memprakarsai kampanye pemberantasan frambusia dalam kurun waktu tahun 1954 – 1963, para peneliti menemukan terjadinya penurunan yang drastik dari jumlah penderita penyakit ini. Namun kemudian kasus frambusia kembali muncul akibat kurangnya fasilitas kesehatan public serta pengobatan yang tidak adekuat. Dewasa ini, diperkirakan sebanyak 100 juta anak-anak beresiko terkena frambusia.
Masih adakah frambusia di Indonesia? Jawabannya masih ada, tersebar di daerah kantong-kantong kemiskinan. Pada tahun 1990, 21 provinsi dari 31 provinsi di Indonesia melaporkan adanya penderita frambusia. Ini tidak berarti bahwa provinsi yang tidak melaporkan adanya frambusia di wilayah mereka tidak ada frambusia, hal ini sangat tergantung pada kualitas kegiatan surveilans frambusia di provinsi tersebut.
Pada tahun 1997 hanya enam provinsi yang melaporkan adanya frambusia dan pada saat krisis di tahun 1998 dan 1999 tidak ada laporan sama sekali dari semua provinsi. Tahun 2000 sampai dengan tahun 2004, 8-11 provinsi setiap tahun melaporkan adanya frambusia. Pemerintah pada Pelita III (pertengahan pemerintahan Orde Baru) menetapkan bahwa frambusia sudah harus dapat dieliminasi dengan sistem TCPS (Treponematosis Control Project Simplified) dan “Crash Program Pemberantasan Penyakit Frambusia (CP3F)”. Namun, oleh karena metode, organisasi, manajemen pemberantasan yang kurang tepat dan pembiayaan yang kurang atau daerah tersebut selama ini tidak tersentuh oleh pemerataan pembangunan. Paling tepat kalau dikatakan bahwa masih adanya frambusia di suatu wilayah sebagai resultan dari upaya pemberantasan yang kurang memadai dan tidak tersentuhnya daerah tersebut dengan pembangunan sarana dan prasarana wilayah


B.     DEFINISI FRAMBUSIA

Framboesia atau Patek ( kamus kedokteran ). Penyakit framboesia atau patek adalah suatu penyakit kronis, relaps (berulang). Dalam bahasa Inggris disebut Yaws, ada juga yang menyebut Frambesia tropica dan dalam bahasa Jawa disebut Pathek. Di zaman dulu penyakit ini amat populer karena penderitanya sangat mudah ditemukan di kalangan penduduk. Di Jawa saking populernya telah masuk dalam khasanah bahasa Jawa dengan istilah “ora Patheken”. Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis), penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, yang dapat mudah tersebar melalui kontak langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat. Penyakit ini tumbuh subur terutama didaerah beriklim tropis dengan karakteristik cuaca panas, banyak hujan, yang dikombinasikan dengan banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai.
Penyakit Frambusia (yaws) pertama kali ditemukan oleh Castellani, pada tahun 1905 yang berasal dari bakteri besar (spirocheta) bentuk spiral dan motil dari famili (spirochaetaceae) dari ordo spirochaetales yang terdiri dari 3 genus yang phatogen pada manusia (treponema, borelia dan leptospira). Spirohaeta mempunyai ciri yang sama dengan pallidum yaitu panjang, langsing”helically coiled”, bentuk spiral seperti pembuka botol dan basil gram negatif. Treponema memiliki kulit luar yang disebut glikosaminoglikan, di dalam kulit memiliki peptidoglikan yang  berperan mempertahankan integritas struktur organisme .
Genus treponema terdiri dari Treponema pallidum subspesies pallidum yang menyebabkan sifilis, Treponema pallidum subspecies perteneu yang menyebabkan frambusia (yaws/puru/pian), treponema pallidum subspecies endemicum yang menyebabkan sifilis (disebut bejel) dan treponema carateum yang menyebabkan pinta.


C.     EPIDEMIOLOGI FRAMBUSIA
Prevalensi frambusia secara global menurun drastis setelah dilakukan kampanye pengobatan dengan penisilin secara masal pada tahun 1950-an dan 1960-an sehingga menekan peningkatan kasus frambusia, namun kasus frambusia mulai ditemukan lagi di sebagian besar daerah khatulistiwa Afrika Barat dengan penyebaran infeksi tetap berfokus di daerah Amerika Latin, Kepulauan Karibia, India dan Thailand Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik Selatan, Papua New Guinea, kasus frambusia selalu berubah sesuai dengan perubahan iklim.
Penurunan prevalensi Frambusia secara bermakna terjadi pada tahun 1985 sampai pada tahun 1995 dengan prevalensi rate frambusia turun secara dramatis dari 22,1 (2210 per 10.000 penduduk) menjadi kurang dari 1 per 10.000 penduduk di daerah kabupaten dan propinsi, strategi pencapaian target secara nasional Departemen Kesehatan yaitu jumlah frambusia kurang dari 0,1 kasus per 100.000 penduduk di Wilayah Jawa dan Sumatera, lebih dari 1 kasus  per 100.000 penduduk di Wilayah Indonesia Timur (Papua, Maluku, NTT dan Sulawesi). Untuk menjangkau daerah-daerah kantong frambusia yang jumlahnya tersebar di beberapa Propinsi dan beberapa Kabupaten di Indonesia maka dilakukan survey daerah kantong frambusia yang dimulai tahun 2000. Propinsi yang masih mempunyai banyak kantong frambusia diprioritaskan untuk dilakukan sero survei, yaitu NAD, Jambi, Jawa Timur, Banten, Sulawesi Tenggara dan NTT. Hal ini di pengaruhi oleh 3 faktor yang penting, yaitu faktor host (manusia), agent (vector) dan environtment (lingkungan) termasuk di dalam faktor host yaitu  pengetahuan, sikap dan perilaku perorangan.
1.      Agent
Penyebab penyakit frambusia adalahTreponema pallidum, subspesies pertenue dari spirochaeta. Framboesia berdasarkan karakteristik Agen :
a.       Infektivitas dibuktikan dengan kemampuan sang Agen untuk berkembang biak di dalam jaringan penjamu.
b.      Patogenesitas dibuktikan dengan perubahan fisik tubuh yaitu terbentuknya benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah.
c.       Virulensi penyakit ini bisa bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan menyerang dan merusak kulit, otot serta persendian sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada 10% kasus frambusia, tanda-tanda stadium lanjut ditandai dengan lesi yang merusak susunan kulit yang juga mengenai otot dan persendian.
d.      Toksisitas yaitu dibuktikan dengan kemampuan Agen untuk merusak jaringan kulit dalam tubuh penjamu.
e.       Invasitas dibuktikan dengan dapat menularnya penyakit antara penjamu yang satu dengan yang lainnya.
f.       Antigenisitas yaitu sebelum menimbulkan gejala awal Agen mampu merusak antibody yang ada di dalam sang penjamu.
2.      Host
Manusia dan mungkin Primata kelas tinggi. Sangat berpeluang tertular penyakit ini. Ditemukan pada anak-anak umur antara 2–15 tahun lebih sering pada laki-laki.
3.      Environment
·         Lingkungan Fisik:
Di daerah tropis di pedesaan yang panas dan lembab. Di daerah endemik frambusia prevalensi infeksi meningkat selama musim hujan. Menurut WHO (2006) bahwa kasus frambusia di Indonesia pada tahun 1949 meliputi NAD, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa (Jawa Timur) dan sebagian besar Wilayah Timur Indonesia yang meliputi Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua.
·         Lingkungan social ekonomi:
Kepadatan penduduk, kurangnya persediaan air bersih, dan keadaan sanitasi serta kebersihan yang buruk, baik perorangan maupun pemukiman.
Kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai dan kontak langsung dengan kulit penderita penyakit Framboesia.
Pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini masih kurang karena ada anggapan salah bahwa penyakit ini merupakan hal biasa dialami karena sifatnya yang tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita.
4.      Cara Penularan
Penularan  penyakit  frambusia  dapat  terjadi  secara langsung maupun tidak langsung (Depkes,2005), yaitu :
a.       Penularan secara langsung (direct contact).
Penularan penyakit frambusia banyak terjadi secara langsung dari penderita ke orang lain. Hal ini dapat terjadi jika jejas dengan gejala menular (mengandung Treponema pertenue) yang terdapat pada kulit seorang penderita bersentuhan dengan kulit orang lain yang ada lukanya. Penularan mungkin juga terjadi  dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan selaput lendir.
b.      Penularan secara tidak langsung (indirect contact) .
Penularan secara tidak langsung mungkin dapat terjadi dengan perantaraan benda atau serangga, tetapi hal ini sangat jarang. Dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan kulit (selaput lendir) yang luka, Treponema pertenue yang terdapat pada jejas itu masuk ke dalam kulit melalui luka tersebut.  Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue dapat mengalami 2 kemungkinan:
1.      Infeksi effective.
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit berkembang biak, menyebar di dalam tubuh dan menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit cukup virulen dan cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi tidak kebal terhadap penyakit frambusia.
2.      Infeksi ineffective.
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak dapat berkembang biak dan kemudian mati tanpa dapat menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak cukup virulen dan tidak cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi mempunyai kekebalan terhadap penyakit frambusia (Depkes, 2005). Penularan penyakit frambusia pada umumnya terjadi secara langsung sedangkan penularan secara tidak langsung sangat jarang terjadi (FKUI, 1988).
·         Masa Inkubasi
Dari 2 hingga 3 minggu
·         Masa Penularan
Masa penularan bervariasi dan dapat memanjang yang muncul secara intermiten selama beberapa tahun barupa lesi basah. Bakteri penyebab infeksi biasanya sudah tidak ditemukan pada lesi destruktif stadium akhir.
·         Kerentanan dan Kekebalan
Tidak ada bukti adanya kekebalan alamiah atau adanya kekebalan pada ras tertentu. Infeksi menyebabkan timbulnya kekebalan terhadap reinfeksi dan dapat melindungi orang tersebut terhadap infeksi dari kuman golongan treponema lain yang patogen.
D.    TANDA DAN GEJALA KLINIS FRAMBUSIA
a)      Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini penederita belum menunujukan gejala penyakit. Namun, tidak menutup kemungkinan si penyakit telah ada dalam tubuh si penderita.
Tahap Prepatogenesis :
1.      Tahap Inkubasi
Tahap inkubasi Framboesia adalah dari 2 sampai 3 minggu.
2.      Tahap Dini
Terbentuknya benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah.
3.      Tahap Lanjut
Pada gejala lanjut dapat mengenai telapak tangan, telapak kaki, sendi dan tulang, sehingga mengalami kecacatan. Kelainan pada kulit ini biasanya kering, kecuali jika disertai infeksi (borok).
b)      Tahap Pasca Patogenesis
Pada tahap ini perjalanan akhir penyakit hanya mempunyai tiga kemungkinan yaitu :
1.      Sembuh dengan cacat penyakit ini berakhir dengan kerusakan kulit dan tulang di daerah yang terkena dan dapat menimbulkan kecacatan 10-20 persen dari penderita
2.      Karier tubuh penderita pulih kembali, namun bibit penyakit masih tetap ada dalam tubuh.
3.      Penyakit tetap berlangsung secara kronik yang jika diobati akan menimbulkan cacat kepada si penderita.


E.     UPAYA PENCEGAHAN FRAMBUSIA
1.       Upaya Pencegahan (tahap Prepatogenesis)
Walaupun penyebab infeksi sulit dibedakan dengan teknik yang ada pada saat ini. Begitu pula perbedaan gejala-gejala klinis dari penyakit tersebut sulit ditemukan. Dengan demikian membedakan penyakit treponematosisi satu sama lainnya hanya didasarkan pada gambaran epidemiologis dan faktor linkungan saja. Hal-hal yang diuraikan pada butir-butir berikut ini dapat dipergunakan untuk manangani penyakit frambusia dan penyakit golongan treponematosis non venereal lainnya.
a)      Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)
Sasaran pencegahan tingkat pertama dapat ditujukan pada factor penyebab, lingkungan serta factor penjamu.
1)      Sasaran yang ditujukan pada faktor penyebab yang bertujuan untuk mengurangi penyebab atau menurunkan pengaruh penyebab serendah mungkin dengan usaha antara lain : desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi, yang bertujuan untuk menghilangkan mikro-organisme penyebab penyakit, penyemprotan/insektisida dalam rangka menurunkan dan menghilangkan sumebr penularan maupun memutuskan rantai penularan, disamping karantina dan isolasi yang juga dalam rangka memutuskan rantai penularan. Selain itu usaha untuk mengurangi atau menghilangkan sumber penularan dapat dilakukan melalui pengobatan penderita serta pemusnahan sumber yang ada, serta mengurangi atau menghindari perilaku yang dapat meningkatkan resiko perorangan dan masyarakat.
2)      Mengatasi atau modifikasi lingkungan melalui perbaikan lingkungan fisik seperti peningkatan air bersih, sanitasi lingkungan dan perumahan serta bentuk pemukiman lainnya, perbaikan dan peningkatan lingkungan biologis seperti pemberantasan serangga dan binatang pengerat, serta peningkatan lingkungan sosial seperti kepadatan rumah tangga, hubungan antar individu dan kehidupan sosial masayarakat.
3)      Meningkatkan daya tahan pejamu yang meliputi perbaikan status gizi, status kesehatan umum dan kualitas hidup penduduk, pemberian imunisasi serta berbagai bentuk pencegahan khusus lainnya, peningkatan status psikologis, persiapan perkawinan serta usaha menghindari pengaruh factor keturunan, dan peningkatan ketahanan fisik melalui peningkatan kualitas gizi, serta olahraga kesehatan.
b)      Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention)
Sasaran pencegahan ini terutama ditujukan kepada mereka yang menderita atau dianggap menderita (suspect) atau yang terancam akan menderita (masa tunas). Adapun tujuan usaha pencegahan tingkat kedua ini yang meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar dapat dicegah meluasnya penyakit atau untuk mencegah timbulnya wabah, serta untuk segera mencegah proses penyakit untuk lebih lanjut serta mencegah terjadinya akibat samping atau komplikasi.
1)      Pencarian penderita secara dini dan aktif melalui peningkatan usaha surveillance penyakit tertentu, pemeriksaan berjala serta pemeriksaan kelompok tertentu ( calon pegawai, ABRI, Mahasiswa, dan lain sebagainya), penyaringan (screening) untuk penyakit tertentu secara umum dalam masyarakat, serta pengobatan dan perawatan yang efektif.
2)      Pemberian chemoprophylaxis yang terutama bagi mereka yang dicurigai berada pada proses prepatogenesis Framboesia.
c)       Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention)
Sasaran pencegahan tingkat ketiga adalah penderita penyakit Framboesia dengan tujuan mencegah jangan sampai cacat atau kelainan permanen, mencegah bertambah parahnya penyakit tersebut atau mencegah kematian akibat penyakit tersebut. Berbagai usaha dalam mencegah proses penyakit lebih lanjut agar jangan terjadi komplikasi dan lain sebagainya.
Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyembuhan penyakit Framboesia. Rehabilitasi adalah usaha pengembalian funsi fisik, psikologis, sosial seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik atau medis, rehabilitasi mental atau psikologis serta rehabilitasi sosial.

2.       Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan Masyarakat (tahap Patogenesis).
a)      Laporan kepada instansi kesehatan yang berwenang: Di daerah endemis tertentu dibeberapa negara tidak sebagai penyakit yang harus dilaporkan, kelas 3B (lihat laporan tentang penularan penyakit) membedakan treponematosis venereal & non venereal dengan memberikan laporan yang tepat untuk setiap jenis, adalah hal yang penting untuk dilakukkan dalam upaya evaluasi terhadap kampanye pemberantasan di masyarakat dan penting untuk konsolidasi penanggulangan pada periode selanjutnya.
b)      Isolasi: Tidak perlu; hindari kontak dengan luka dan hindari kontaminasi lingkungan sampai luka sembuh.
c)       Disinfeksi serentak: bersihkan barang-barang yang terkontaminasi dengan discharge dan buanglah discharge sesuai dengan prosedur.
d)      Karantina: Tidak perlu.
e)      Imunisasi terhadap kontak: Tidak perlu.
f)       Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Seluruh orang yang kontak dengan penderita harus diberikan pengobatan, bagi yang tidak memperlihatkan gejala aktif diperlakukan sebagai penderita laten. Pada daerah dengan prevalensi rendah, obati semua penderita dengan gejala aktif dan semua anak-anak serta setiap orang yang kontak dengan sumber infeksi.
g)      Pengobatan spesifik: Penisilin, untuk penderita 10 tahun ke atas dengan gejala aktif dan terhadap kontak, diberikan injeksi dosis tunggal benzathine penicillin G (Bicillin) 1,2 juta unit IM; 0,6 juta unit untuk penderita usia dibawah 10 tahun.

3.       Upaya Penanggulan Wabah (Tahap Pasca Patogenesis)
Dengan melakukan program pengobatan aktif untuk masyarakat di daerah dengan prevalensi tinggi. Tujuan utama dari program ini adalah:
a)      Pemeriksaan terhadap sebagian besar penduduk dengan survei lapangan.
b)      Pengobatan terhadap kasus aktif yang diperluas pada keluarga dan kelompok masyarakat sekitarnya berdasarkan bukti adanya prevalensi frambusia aktif.
c)       Melakukan survei berkala dengan tenggang waktu antara 1 – 3 tahun sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan masyarakat pedesaan disuatu negara.

4.       Implikasi bencana: Tidak pernah terjadi penularan pada situasi bencana tetapi potensi
ini tetap ada pada kelompok pengungsi didaerah endemis tanpa fasilitas sanitasi yang
memadai.

5.       Tindakan Internasional: Untuk melindungi suatu negara dari risiko timbulnya
reinfeksi yang sedang melakukan program pengobatan massal aktif untuk masyarakat,
maka negara tetangga di dekat daerah endemis harus melakukan penelitian untuk
menemukan cara penanganan yang cocok untuk penyakit frambusia. Terhadap
penderita yang pindah melewati perbatasan negara, perlu dilakukan pengawasan manfaatkan pusat kerjasama WHO.

F.      PROGRAM PEMBERANTASAN
Strategi Pemberantasan framboesia terdiri dari 4 hal pokok yaitu:
1.       Skrining terhadap anak sekolah dan masyarakat usia di bawah 15 tahun untuk menemukan penderita.
2.       Memberikan pengobatan yang akurat kepada penderita di unit pelayanan kesehatan (UPK) dan dilakukan pencarian kontak.
3.       Penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
4.       Perbaikan kebersihan perorangan melalui penyediaan sarana dan prasarana air bersih serta penyediaan sabun untuk mandi.
5.       Pengobatan framboesia dilakukan dengan memberikan antibiotika. Antibiotika golongan penicillin merupakan obat pilihan pertama. Bila penderita alergi terhadap penicillin, dapat diberikan antibiotika tetrasiklin, eritromisin atau doksisiklin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar